Sabtu, 16 Juni 2018

"Kok dia bisa ya punya anak 5 dan kayaknya santai2 sj. Saya anak 2, pup aja susah.😔"

"Enak bener yaaa.. suaminya kerja di minyak, pasti gaji nya gede.."

Duh, jalan2 lg mereka ke luar negri. Uangnya ga berseri kali...

Kulitnya mulus bgtttt, lalet aja kepleset. Langsing pula. Gw nafas aja jd daging.

Beruntung bgt dia dpt anak cowok. Gw nyari cowok smp dpt anak cewek 4 org, ga di ksh2 jg, padahal udh program segala. Apa sih resepnya...?!

Sempurna bgt kita lihat kehidupan org lain. Dan ingin rasanya memiliki apa yg org miliki. Kagum sm apa yg org punya, bisa lakukan, dan raih. Padahal utk org tsb, hidup mereka belum tentu terasa sempurna jg. Msh banyak aja kurangnya. Dan mereka pun melihat ke atas dan mau lebih dan lebih lagi. Benar adanya kata ibnu 'abbas dalam sahih Bukhari, “Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah..."

Kita sering sekali menilai kehidupan orang lain melalui kaca etalase. Padahal tidak fair. Krn seperti window shopping di mall, baju yg terpasang di etalase memang slalu tampak bagus, dg manekinnya yg berbadan ideal, sorot lampu khusus, aksesori yg di pasangkan dengannya, dll. Andaikan baju tsb kita pakai, belum tentu jatuhnya bagus di badan kita. Belum tentu muat, dan bahannya belum tentu kita suka.

Kehidupan orang hanya kita bisa lihat via etalase, aslinya belum tentu spt yg tampak oleh mata. Saya personally sepakat dg Umar ibn khattab, RA. Sebelum kita bermuamalah, bersafar dan tinggal bersama bbrp malam bersama seseorang, kita tidak mengenal aslinya bagaimana.

Jgn menilai org dr etalase. Mungkin dia santai dg 5 anak krn dia pny banyak pembantu yg mengasuh anaknya dan kita ngasuh dg keringat sendiri.
Mungkin suami yg kerja di minyak jadi harus sering dinas kluar kota, sedangkan suami kita pulang setiap hari.
Mungkin perjalanan mereka ke luar negri yg terus menerus adlh utk berobat penyakit langka yg tdk pernah kita dgr sebelumnya. Sedangkan anak2 kita pilek batuk saja jarang, alhamdulillah.
Mungkin badannya yg ideal krn dia rajin olahraga dan menahan nafsu makannya, sedangkan kita makan nasi padang 3x sehari dan jalan pagi aja males luar biasa.
Dan bisa jadi kl kita di ksh anak cowok yg slalu kita impikan itu belum tentu baik utk kita, mengingat ayahnya blm mau belajar pengasuhan, apalagi terlibat di dalamnya, shg kl di ksh anak laki2 jd terpaksa di asuh dg otak wanita kita. Jd ga baik malah.

Apa yg di kita dapatkan, sudah di taker sempurna sama allah, bahasa sundanya, sudah 'tailor-made'. andaikan baju, sudah di bikin pas 'seukuran badan' kita sama penjahit. Allah hanya kasih yg terbaik dan 'Allah ga mgkn kasih ujian di luar kapasitas kita' (Q.S 2:286). Dan kl saja kita tau bagaimana Allah mengatur urusan hidup kita, pasti hati kita akan meleleh karena cinta kepadaNya (Ibnul Qoyyim Al Jauziyah). Mgkn kl kita di ksh anak 5, krn ga pny ilmu pengasuhan yg memadai, jd ga karu2an. Kl di ksh rezeki berlipat ganda jd mubadzir, di kasih badan aduhai jd sombong, sering jln2 jd narsis, dan siapa tau anak2 perempuan kita adlh jalan kita ke surga.

So fokus saja lah sm diri sndiri. Berusaha jungkir balik utk mjd terbaik yg kita bisa tanpa melirik2 ke kanan kiri. Maksimalkan apa yang allah kasih ke kita dan bersinarlah dg yg ada. Tau kenapa kebun bunga bisa terlihat indah? Krn masing-masing bunga sibuk merekahkan kelopaknya, tanpa berpikir utk berkompetisi dg bunga sebelah.

"I'm a queen. With a handsome king. In a big castle. With perfect heirs. Servants. Lots of money, food to eat. My life is heaven. If u look from the window. If u look closer, my tiara is fake diamonds, the king is a robot & the castle is made of ice".

Dont judge the book by its cover,
Syukur.. Syukur.. Syukur.


Rabu, 13 Juni 2018

Kamis, 29 Ramadhan 1439 H / 14 Juni 2018

Doa Rasulullah SAW di Akhir Ramadhan

“Yaa Allah! Janganlah Engkau jadikan puasa ini sebagai puasa yang terakhir dalam hidupku. Seandainya Engkau menetapkan sebaliknya, maka jadikanlah puasaku ini sebagai puasa yang dirahmati, bukan puasa yang sia-sia.”

“Seandainya masih ada padaku dosa yang belum Engkau ampuni atau dosa yang menyebabkan aku disiksa karenanya, sehingga terbitnya fajar malam ini atau sehingga berlalunya bulan ini, maka ampunilah semuanya wahai Dzat Yang Paling Pengasih dari semua yang mengasihi.”

“Yaa Allah! Terimalah puasaku dengan se-baik² penerimaan, perkenan, kema’afan, kemurahan, pengampunan & krridhaan-Mu. Sehingga Engkau memenangkan aku dengan segala kebaikan, segala anugerah yang Engkau curahkan di bulan ini.”

“Selamatkanlah aku dari bencana yang mengancam atau dosa yang berterusan. Demikian juga, dengan rahmat-Mu masukkanlah aku ke dalam golongan orang² yang mendapatkan (keutamaan) di Lailatul-Qadar. Malam yang telah Engkau tetapkan lebih baik dari seribu bulan.”

“Semoga perpisahanku dengan bulan Ramadhan ini bukanlah perpisahan untuk selamanya & bukan juga pertemuan terakhirku. Semoga aku dapat kembali bertemu dgn Ramadhan mendatang dalam keadaan penuh harapan & kesejahteraan.”

“Aamiin aamiin Yaa Mujiibas-Saailiin”

Aku akan selalu merindukanmu wahai Ramadhan…
*Periode emas anak2

Anak2 usia 0-6 tahun adalah periode emas. Itu masa2 yang sangat penting. Apakah di momen2 ini perlu pendidikan? Ya iyalah. Sungguh butuh. Anak2 diajarin pipis di kamar mandi (tidak pakai pampers), diajarin makan sendiri, diajarin bertanggung-jawab, diajarin bersosialisasi, diajarin seni, bahkan yg lebih penting lagi diajarin agama, cara shalat, menghafal bacaan shalat, dsbgnya.

Penting.

Apakah PAUD, playgorup, TK itu penting? Ya iyalah, penting.

Tapi jangan bablas, jangan berlebihan. Nyaris semua ahli pendidikan di dunia sepakat, bahwa usia 0-6 tahun adalah masa2 belajar yang menyenangkan, bukan masa2 belajar yang dipaksa, dinilai, diberi angka, dan sungguh terlalu ditest/diuji lulus atau tidak. Tanyakanlah ke orang2 yang paham, pasti jawabannya sama.

Lantas kenapa sekarang malah sebaliknya? Banyak orang tua yang mengotot anak2nya cepat baca, cepat nulis, cepat berhitung? Karena dunia ini kejam. Mereka memang selalu bilang yang terbaik bagi anak2nya, tapi tidak tahu apakah itu sungguh baik atau tidak. Anak2 usia 6 tahun sudah dipaksa kursus siang malam. Sudah dipaksa sekolah pagi sore. Kenapa? Biar masa depannya cerah, bisa berkompetisi, dsbgnya. Tidak ada yang bisa memaksa orang tua kalau mereka mau begitu, terserah, itu anak2 mereka juga.

Tapi dalam sistem yang lebih besar, harus ada peraturan lugas agar semua hal tidak bablas, berlebihan.

Persyaratan ijasah TK untuk masuk SD adalah yang bablas. Catat baik2, tidak semua orang mampu menyekolahkan anak2 mereka di TK. Kita harus melindungi keluarga2 ini. Hei, kalau kalian merasa bisa menyekolahkan anak di Singapore, di Amerika atau kursus di Mars, ketahuilah, 30 juta orang di Indonesia ini penghasilannya hanya 10.000/hari. 30 juta orang jumlahnya. Kalau kita makan di kedai fast food sekali duduk 100.000, maka itu setara 10 hari kerja mereka. Bagaimana mereka ini? Tidak boleh SD karena tidak bisa TK? Aduh, nurani mana yang kejam begitu.

Dan terlepas dari itu, harus diketahui semua orang, pendidikan paling dasar (SD) memang tidak membutuhkan prasyarat apapun. Namanya juga pendidikan paling dasar. Apakah anak2 harus sudah bisa berhitung, menulis dan membaca? Ini keliru sekali, fatal. Saya tahu, bisnis PAUD, TK itu besar nilainya. Saya juga tahu, memang lebih asyik, kalau saya guru SD, kalau semua anak2 sudah bisa baca, tulis dan berhitung saat masuk, tapi jangan lupakan, anak2 usia 0-6 tahun itu memang tidak diciptakan untuk jadi profesor semua. Jangan begitu terlalu melupakan prinsip2 guru yang mulia.

Semua orang boleh punya pendapat. Silahkan. Ini jaman kebebasan. Tapi ingat baik2, bahkan dalam UU Sisdiknas No. 20/2003, bagian Penjelasan Pasal 28 ayat 1 ditulis: Pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan BUKAN merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Itu UU, produk hukum tinggi di negeri ini, tidak bisa kita kangkangi begitu saja. Juga silahkan baca peraturan pemerintah, peraturan kementerian soal PAUD, TK, playgroup dsbgnya, jelas sekali ditulis: itu periode bermain2, periode mengenalkan dunia pendidikan dengan menyenangkan. Sama sekali bukan belajar berhitung, menulis, membaca lantas di test ini, di uji ini. Tapi kenapa banyak guru/kepsek/sekolah yang tidak tahu? Maka semoga kalian tahu setelah saya merilis catatan ini. Dan kasih tahu orang lain biar pada tahu. Itu UU sudah 10 tahun, seharusnya sosialisasinya sudah sampai galaksi planet Avatar.

Tapi kenapa orang tua sendiri yang maksa agar anak2nya yg baru usia 4 tahun, 5 tahun bisa membaca, berhitung, menulis? Sekali lagi, dunia ini kejam, dek. Jangankan usia 4-5 tahun, usia 0-6 BULAN saja saking kejamnya, industri susu formula mau merangsek habis2an, jika tidak ada regulasi. Kita selalu bilang: yang terbaik bagi anak2 kita, hingga lupa, boleh jadi si kecil itu menjalaninya sambil tertawa riang karena kita paksa.

Maka, kalau ada SD yang mewajibkan murid2 barunya harus sudah bisa baca, hitung, ditest, dsbgnya, punya ijasah TK+PAUD, dll, maka JANGAN masukkan anak2 kita ke sana. Kita harus cemas sekali dengan pemahaman guru2 di SD itu.
Syarat masuk SD itu hanya satu: cukup umur. Carilah SD dengan guru2 yang cemerlang sekali pemahamannya soal ini, guru2 mulia yang mau repot mengajari anak2 kita membaca, menulis. Mau mengajari anak2 kita, tiada lelah dan mengeluh, bukan guru2 yang malah berseru ketus kepada anak usia 6 tahun: "anak ini kok belum bisa baca sih? sana balik ke TK lagi."

Pilihlah SD dengan guru2 yg tulus. Masih banyak kok guru2 yang hebat itu.

Pun sama, pilihlah PAUD, TK, playgroup yang punya guru2 dengan pemahaman tulus. Tahu posisi dan letaknya. Kalau dia minimal pernah mengambil sarjana pendidikan PAUD, pasti paham sekali hal ini. Bukan TK yang dikit2 iuran wajib, dikit2 jalan2 wajib, dikit2 semuanya uang (sorry buat yang tersinggung, kalau kalian tidak melakukannya kalian pasti tidak akan tersinggung; nah kalau tersinggung memang kuch kuch hota hai deh).

Jangan cemas anak2 kita itu kelak tidak jadi orang karena tidak bisa baca tulis usia 4 tahun. Ketahuilah, orang2 sukses di dunia ini bahkan drop out sekolah formal. 'Pendidikan' itu berbeda dengan 'sekolah'. Pendidikan adalah pendidikan. Pasti pernah menonton film Three Idiots kan? Semua orang terharu nontonnya, pengin jadi Rancho, tapi lupa, saat di dunia nyata, kita ini hanya Silencer yang sibukkkkkkk dengan ukuran material, lantas mudah cemburu serta tidak bahagia ternyata.

Saya menulis buat yang mau mendengarkan saja.

*Tere Liye
Maaf, kini doaku sudah tak seperti dulu

Maaf aku pernah berlebihan mencintaimu
Tapi sekarang aku sudah membiasakan cinta itu

Maaf aku pernah mengejarmu yang terus berlari
Tapi kini aku putuskan hanya melihatmu dari kejauhan

Maaf aku pernah semalaman tidak tidur karena merinduimu
Tapi sekarang aku bisa tidur nyenyak karena aku yakin Allah selalu menjagamu

Maaf aku pernah menunggumu tanpa kepastian
Tapi kini aku lepaskan semua tentangmu kepadaNya

Maaf aku pernah terlalu berjuang untuk kebahagiaan mu
Tapi sekarang aku akan lebih bijak dalam membahagiakan mu dan membahagiakan diriku sendiri

Dan maaf aku yang pernah memaksa tuhan untuk aku bisa memilikimu
Tapi kini yang kuminta hanyalah siapa yang baik agar didekatkan dan yang tidak baik agar dijauhkan

Bukan karena aku menyerah mendapatkan mu
Ini lebih karena aku telah mempercayakan semua takdirku kepadaNya
Aku yakin Dia itu maha baik dan selalu memberikan yang terbaik

Jadi, sekali lagi aku minta maaf

Karena kini
Doaku sudah tak seperti dulu lagi.
belajarlah dari angin , bahwa angin tidak pernah membedakan siapa yang hirup , dia akan memberikan yang terbaik padanya...


Ys
BERSERAH DIRI. Apa sih? Terkesan pasif, lemah dan suram. Kenapa 'Islam', aslama, artinya 'berserah diri'?

Itu dia. Biasanya umat Islam sendiri gamang dalam mengartikan keberserahdirian. Kalau memaknai keberserahdirian dengan 'pasrah bongkokan', diam, fatalis dan menunggu nasib, secara umum ya salah.

Berserah diri itu tergantung berserah diri pada siapa. Berserah diri pada nasib, tentu jadinya diam seperti batu. Berserah diri kepada kehendak Allah, tentu implikasinya kita harus mencari tahu dulu kehendak Allah untuk kita itu apa. Dan 'mencari tahu kehendak-Nya' ini luar biasa melelahkannya, luar biasa sulitnya. Mencari tahu apa kehendak Allah bagi diri kita saat ini, itulah esensi jihad sebenarnya.

Misal, kita sampai di sebuah pasar. Kalau pasrah bongkokan, kita akan diam saja liat kiri kanan, menunggu 'dikasih Allah ta'ala'.

Kalau berserah diri yang benar, kita akan mencermati: dari semua benda yang ada di pasar, apa yang paling Allah kehendaki untuk kita miliki saat itu.

Cek misalnya apa kebutuhan kita saat itu, yang paling dibutuhkan adalah benda apa. Lalu menghitung uang kita, kemudian membandingkan: benda apa yang bisa dibeli dengan uang sekian. Dari sekian alternatif benda yang bisa dibeli, lalu dipilih yang terbaik kualitasnya, yang paling kita sukai. Kalau tidak suka, ya cari yang lain. Kalau ternyata tidak punya uang, ya angkut-angkut barang dulu.

Terus begitu, sampai ketemu. Ini berserah diri yang benar.

Lha, kalo gitu, apa bedanya berserah diri yang kedua itu dengan yang biasa kita lakukan sehari-hari?

Bedanya adalah akadnya. Ada akad di sana. Kepada Allah ta'ala, "Aku terima urusan ini ya Allah, dengan seijin Engkau. Bimbinglah hamba dalam urusan ini agar semakin mendekat pada Engkau." Mengucap 'Bismillah' sebelum berbuat sesuatu, adalah bentuk paling sederhana dari akad semacam ini.

Pada dasarnya, setiap hari, setiap saat, kita menikah dengan berbagai urusan yang dihadirkan-Nya. Yang menjadikan kita halal menggaulinya adalah akad-nya. Tanpa akad, hubungan kita dengan urusan cuma sekedar one-night-stand. Kita cuma berzina dengan kesibukan. Ini malah akan semakin menjauhkan kita dari-Nya.

Nah. Pasar itu ibarat dunia kita sekarang. Kita ditaruh-Nya di dunia yang ini. Bukan kehendak kita, kan? Dunia ini penuh dengan amal, baik amal yang haram dan amal yang baik.

Kita bisa saja diam dan menunggu dikasih. Atau, kita bisa memilih alternatif kedua, Tugas kita adalah mencari amal mana yang paling Allah kehendaki untuk kita. Kita harus mencari lapak yang paling sesuai--dengan disertai akad.

Amal yang terbaik bagi kita, di mata Allah ta'ala, belum tentu tampil berdakwah di podium. Belum tentu shalat tahajud, kalau orang tua sedang sakit, misalnya. Cari, baca situasi. Bisa saja yang paling tepat ternyata menyetrika, atau mengganti popok anak. Tampak kecil, tapi jika kita bisa menghubungkan amal itu dengan kehendak Allah ta'ala--itu anugerah luar biasa.

Guru saya selalu bilang begini. Jika kita punya keinginan tertentu, periksa dengan kemampuan dan kesempatan. Jika kita ingin sesuatu, kemampuan ada, kesempatan ada, klop. Kemungkinan besar, Allah juga menghendaki itu untuk kita. Kalau Allah menghendaki kita berbuat sesuatu, pasti Dia juga sudah menyiapkan sarana dan requirements-nya.

Tapi kalau kita ingin sesuatu, tapi kemampuan nggak ada atau kesempatan nggak ada, itu keinginan hawa nafsu saja. Kemungkinan besar, Allah tidak menghendaki kita mengerjakan itu saat ini.

Semoga manfaat...

*Al-Fatihah untuk Rasulullah, kedua orangtuaku, mursyidku satu2nya

Selasa, 12 Juni 2018